Workshop Teknologi Bioproses

Workshop Teknologi Bioproses

Depok, Indonesia
15th November 2017

Pada hari Rabu tanggal 15 November 2017, Research Center for Biomedical Engineering (RCBE) mengadakan Workshop Teknologi Bioprosess yang mendatangkan pembicara dari luar negeri yaitu Prof. Masafumi Yohda dari Tokyo University of Agriculture and Technology, Jepang. Beliau akan berbicara dalam dua sesi yaitu sesi pertama tentang Protein dan sesi kedua tentang Bioremediasi.

Pada sesi pertama, Prof. Masafumi Yohda memberikan penjelasan terkait protein yang berperan dalam pelipatan protein (protein folding). Protein ini disebut sebagai molekul chaperone yang diproduksi oleh sel dalam kondisi stress. Salah satu contoh dari molekul chaperone ialah chaperonin. Berdasarkan hasil penelitiannya, Prof Yohda menemukan bahwa chaperonin memiliki kemampuan untuk menangkap protein yang tidak terlipat (unfolded protein) ke dalam rongga yang dimilikinya, dan membuat protein tersebut terlipat dengan keberadaan ATP. Penambahan ATP akan mempengaruhi pelipatan protein secara signifikan. Selain itu, Prof Yohda juga menjelaskan fungsi lain dari molekul chaperon yang mampu mencegah agregasi enzim yang disebabkan oleh panas. Dalam eksperimennya, Prof Yohda membuktikan bahwa dengan menambahkan molekul chaperon pada putih telur ayam yang dipanaskan hingga suhu 70oC, tetap membuat putih telur berbentuk cair. Berdasarkan eksperimen ini, beliau melakukan studi terhadap enzim citrate synthase (CS) untuk mencegah agregasi enzim akibat panas. Dari hasil studi, diperoleh hasil yang memuaskan, yaitu agregasi enzim CS dapat dicegah dengan menambahkan molekul chaperon.

 

Pada sesi kedua, Prof. Yohda menjelaskan tentang prinsip dan kemajuan teknologi bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses untuk mengubah kontaminan yang berbahaya menjadi produk yang tidak berbahaya dengan menggunakan mikroorganisme yang terdapat di permukaan bawah tanah. Terdapat 3 metode bioremediasi, yaitu bioremediasi alami, biostimulasi, dan bioaugmentasi. Secara umum, bioremediasi dapat terjadi secara alami karena di dalam tanah ataupun air yang tercemar terdapat mikroorganisme yang dapat mendegradasi senyawa-senyawa yang berbahaya. Namun, metode ini berlangsung dengan waktu yang lama dan tidak mendegradasi senyawa berbahaya secara sempurna. Sedangkan, biostimulasi ialah metode bioremediasi yang dilakukan dengan menambahkan nutrisi dan dan oksigen pada air atau tanah yang tercemar untuk meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas dari bakteri remediasi. Lain halnya dengan bioaugmentasi yang dilakukan dengan menambahkan bakteri remediasi pada wilayah yang tercemar sehingga remediasi senyawa berbahaya dapat dilakukan lebih optimal. Berdasarkan penjelasan Prof Yohda, bioremediasi menjadi pilihan yang tepat untuk mengatasi masalah pencemaran khususnya di tanah dan air karena tidak membutuhkan biaya yang besar dalam penanganannya, khususnya di Indonesia, karena bakteri remediasi dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi suhu yang hangat.

From Media